12 Februari, 2024
Pahami Calon Pemimpin yang Berpihak pada Generasi Z
Modernisasi berdampak pada perubahan pola pikir dalam kehidupan sehari-hari dan politik. Generasi muda, terutama Z, mengambil peran penting dalam mengubah kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan politik sesuai dengan cara berpikir mereka. Pentingnya mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa, seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, disoroti, terutama dalam pembentukan mental generasi Z melalui pendidikan yang berbasis budaya.
Kemerdekaan yang diperjuangkan para pendiri bangsa harus diisi dengan hal-hal positif yang memperkuat nilai-nilai budaya. Generasi Z perlu memahami tanggung jawab sosial dan politik serta identitas bangsa dan filosofi negara.
“Sebagai wadah pencetak kader kader perubahan, lembaga perguruan tinggi tidak boleh lepas dari tiga hal yaitu, pengetahuan, budaya dan teknologi,” kata Nurbiyantoro, Wakil Rektor II Universitas Dharma AUB Surakarta terkait pembangunan mental intelektual generasi muda yang saat ini di rasa makin jauh dari nilai nilai Pancasila.
Pengertian budaya adalah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun tidak tercabut dari akar budaya yang ada. Tidak tercabut dari asal usulnya, tidak tercabut dari akar identitas bangsa yang mana semua itu berfilosofi pada Pancasila.
“Kalau kita mendasarkan diri pada kehidupan berbangsa, generasi Z harus di kenalkan dengan tanggung jawab sosial tidak hanya lulus langsung selesai. Tapi tanggung jawab pada negara, kemana negara ini mau di arahkan,” ujarnya.
“Kemerdekaan yang kita miliki ini adalah jembatan emas menuju kemakmuran. Kemakmuran bukan individualistis kepentingan sendiri, namun kebersamaan atas dasar kegotong royongan. Baik yang memiliki sosial tinggi, menengah dan bawah. Baik yang berpengetahuan tinggi, menengah dan bawah,” jelasnya.
“Sebab itu perguruan tinggi Undha AUB Surakarta selalu mengajarkan tiga hal tersebut kepada para mahasiswanya. Agar dimanapun mereka berada (lulusan) selalu memikirkan masyarakat yang ada di sekitarnya,” tambahnya demikian.
Menyongsong pemilu 2024 yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, generasi muda harus mengenal perilaku masyarakat yang akan melaksanakan pemilu. Sebab jika pemilu porsinya hanya untuk partai politik, masyarakat yang tidak masuk partai politik seolah olah mereka di anggap tidak berpolitik.
Generasi muda juga harus memahami kebijakan pemerintah tanpa harus masuk partai politik. Inilah tugas perguruan tinggi mengantarkan mahasiswanya, agar mereka memahami politik melalui pendekatan saintifik, ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi.
“Kita tidak boleh terjebak dalam pengertian politik sempit. Tetapi jika kita ingin membuat regulasi politik tentu saja harus masuk partai politik, karena itu wahananya. Cuma nanti kalau masuk partai politik tanpa di bekali pengertian yang luas, akhirnya hanya akan terjadi politik praktis. Politik praktis akan menyebabkan transaksional politik,” jelasnya.
Generasi Z harus mampu memilih pemimpin yang sesuai untuk DPR dan Presiden, serta memahami bahwa negara tidak boleh hanya dipergunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Mereka perlu mempelajari kehidupan partai politik, termasuk pandangan partai terhadap golongan ekonomi menengah ke bawah, untuk membuat pilihan yang tepat.